Cari Blog Ini

Jumat, 19 Februari 2010

Kebohongan dan kasih sayang ibu

Cerita bermula ketika aku
masih kecil, aku terlahir
sebagai seorang anak laki-laki
di sebuah keluarga yang
miskin. Bahkan untuk makan
saja, seringkali kekurangan.
Ketika makan, ibu sering
memberikan porsi nasinya
untukku. Sambil memindahkan
nasi ke mangkukku, ibu
berkata:
"Makanlah nak, Ibu tidak
lapar" ----------KEBOHONGAN
IBU YANG PERTAMA
Ketika aku mulai tumbuh
dewasa, ibu yang gigih sering
meluangkan waktu
senggangnya untuk pergi
memancing di kolam dekat
rumah, ibu berharap dari ikan
hasil pancingan, ia bisa
memberikan sedikit makanan
bergizi untuk petumbuhan.
Sepulang memancing, ibu
memasak sup ikan yang segar
dan mengundang selera.
Sewaktu aku memakan sup
ikan itu, Ibu duduk
disampingku dan memakan
sisa daging ikan yang masih
menempel di tulang yang
merupakan bekas sisa tulang
ikan yang aku makan. Aku
melihat ibu seperti itu, hati
juga tersentuh, lalu
menggunakan sumpitku dan
memberikannya kepada ibuku.
Tetapi ibu dengan cepat
menolaknya, ia berkata:
"Makanlah Nak, Ibu tidak
suka makan ikan" ----------
KEBOHONGAN IBU YANG
KEDUA
Sekarang aku sudah masuk
SMP, demi membiayai sekolah
kakakku, ibu pergi ke
koperasi untuk membawa
sejumlah kotak korek api
untuk ditempel. Dari hasil
tempelannya itu membuahkan
sedikit uang untuk menutupi
kebutuhan hidup. Di kala
musim dingin tiba, aku bangun
dari tempat tidurku, melihat
ibu masih bertumpu pada lilin
kecil dan dengan gigihnya
melanjutkan pekerjaannya
menempel kotak korek api.
Aku berkata :"Ibu tidurlah,
sudah malam, besok pagi ibu
masih harus kerja." Ibu
tersenyum dan berkata:
"Cepatlah tidur nak, Ibu tidak
Capek" ---------- KEBOHONGAN
IBU YANG KETIGA
Ketika ujian tiba, ibu meminta
cuti kerja supaya dapat
menemaniku pergi ujian.
Ketika hari sudah siang, terik
matahari mulai menyinari, Ibu
yang tegar dan gigih
menungguku di bawah terik
matahari selama beberapa
jam. Ketika bunyi lonceng
berbunyi, menandakan ujian
sudah selesai. Ibu dengan
segera menyambutku dan
menuangkan teh yang sudah
disiapkan dalam botol yang
dingin untukku. Teh yang
begitu kental tidak dapat
dibandingkan dengan kasih
sayang yang jauh lebih kental.
Melihat ibu yang dibanjiri
peluh, aku segera
memberikan gelasku untuk
Ibu sambil menyuruhnya
minum. Ibu berkata:
"Minumlah nak, Ibu tidak
haus!" ---------- KEBOHONGAN
IBU YANG KEEMPAT
Setelah kepergian ayah
karena sakit, ibu yang malang
harus merangkap Sebagai
ayah dan ibu. Dengan
berpegang pada pekerjaan dia
yang dulu, Dia harus
membiayai kebutuhan hidup
sendiri. Kehidupan keluarga
kami pun semakin susah dan
susah. Tiada hari tanpa
penderitaan. Melihat Kondisi
keluarga yang semakin parah,
Ada seorang paman yang baik
hati yang tinggal di dekat
rumahku pun membantu ibuku
baik masalah besar maupun
masalah kecil. Tetangga yang
ada di sebelah rumah melihat
kehidupan kita yang begitu
sengsara, seringkali
menasehati ibuku untuk
Menikah lagi. Tetapi ibu yang
memang keras kepala tidak
mengindahkan nasehat
mereka, Ibu berkata:
"Saya tidak butuh cinta"
---------- KEBOHONGAN IBU
YANG KELIMA
Setelah aku dan kakakku
semuanya bekerja, ibu yang
sudah tua sudah waktunya
pensiun. Tetapi ibu tidak mau ,
Ia rela untuk pergi ke pasar
setiap pagi untuk jualan
sedikit sayur untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Kakakku
yang bekerja di luar kota
sering mengirimkan sedikit
uang untuk membantu
memenuhi kebutuhan ibu,
tetapi ibu bersikukuh tidak
mau menerima uang Tersebut.
Malahan mengirim balik uang
tersebut. Ibu berkata:
"Ibu masih punya uang"
---------- KEBOHONGAN IBU
YANG KEENAM
Setelah lulus dari S1, aku pun
melanjutkan studi ke S2 dan
kemudian Memperoleh gelar
master di sebuah universitas
ternama di Amerika. Berkat
sebuah beasiswa di sebuah
perusahaan. Akhirnya aku pun
bekerja di perusahaan itu.
Dengan gaji yang lumayan
tinggi, aku bermaksud
membawa ibuku untuk
menikmati hidup di Amerika.
Tetapi ibu yang baik hati,
bermaksud tidak mau
merepotkan anaknya, Ibu
berkata kepadaku
"Ibu tidak terbiasa" ----------
KEBOHONGAN IBU YANG
KETUJUH
Setelah memasuki usianya
yang tua, ibu terkena penyakit
Kanker Lambung, harus
dirawat di rumah sakit, aku
yang berada jauh di seberang
Samudera Atlantik langsung
segera pulang untuk
menjenguk Ibunda tercinta.
Aku melihat ibu yang
terbaring lemah di ranjangnya
Setelah menjalani operasi. Ibu
yang keliatan sangat tua,
menatap aku dengan penuh
kerinduan. Walaupun senyum
yang tersebar di wajahnya
terkesan agak kaku karena
sakit yang ditahannya.
Terlihat dengan jelas betapa
penyakit itu menggerogoti
tubuh ibuku sehingga ibuku
terlihat lemah dan kurus
kering. Aku sambil menatap
ibuku sambil berlinang air
mata. Hatiku perih, sakit
sekali melihat ibuku dalam
kondisi seperti Ini. Tetapi ibu
dengan tegarnya berkata:
"Jangan menangis anakku, Ibu
tidak sakit" ----------
KEBOHONGAN IBU YANG
KEDELAPAN.
Setelah mengucapkan
kebohongannya yang
kedelapan, ibuku tercinta
menutup matanya untuk yang
terakhir kalinya.
Dari cerita di atas, saya
percaya teman-teman
sekalian pasti merasa
tersentuh dan ingin sekali
mengucapkan : "Terima kasih
Ibu"
Coba dipikir-pikir, sudah
berapa lamakah kita tidak
menelepon ayah ibu kita?
Sudah berapa lamakah kita
tidak menghabiskan waktu
kita untuk berbincang dengan
ayah ibu kita?
Di tengah-tengah aktivitas kita
yang padat ini, kita selalu
mempunyai beribu-ribu alasan
untuk meninggalkan ayah ibu
kita yang kesepian.
Kita selalu lupa akan ayah
dan ibu yang ada di rumah.
Jika dibandingkan dengan
pacar kita, kita pasti lebih
peduli dengan pacar kita.
Buktinya, kita selalu cemas
akan kabar pacar kita, cemas
apakah dia sudah makan atau
belum, cemas apakah dia
bahagia bila di samping kita.
Namun, apakah kita semua
pernah mencemaskan kabar
dari ortu kita?
Cemas apakah ortu kita sudah
makan atau belum?
Cemas apakah ortu kita sudah
bahagia atau belum?
Apakah ini benar?
Kalau ya, coba kita renungkan
kembali lagi..
Di waktu kita masih
mempunyai kesempatan untuk
membalas budi ortu kita,
lakukanlah yang terbaik.
Jangan sampai ada kata
"MENYESAL" di kemudian
hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar