Cari Blog Ini

Kamis, 18 Februari 2010

Siapa yang gila??

Abu Nawas belum kembali.
Kata istrinya ia bersama
seorang Pendeta dan seorang
Ahli Yoga sedang melakukan
pengembaraan suci. Padahal
saat ini Baginda amat
membutuhkan bantuan Abu
Nawas. Beberapa hari
terakhir ini Baginda
merencanakan membangun
istana di awang-awang.
Karena sebagian dari raja-raja
negeri sahabat telah
membangun bangunan-
bangunan yang luar biasa.
Baginda tidak ingin menunggu
Abu Nawas lebih lama lagi.
Beliau mengutus beberapa
orang kepercayaanya untuk
mencari Abu Nawas. Mereka
tidak berhasil menemukan
Abu Nawas kerena Abu Nawas
temyata sudah berada di
rumah ketika mereka baru
berangkat.
Abu Nawas menghadap
Baginda Raja Harun Al Rasyid.
Baginda amat riang. Saking
gembiranya beliau mengajak
Abu Nawas bergurau. Setelah
saling tukar menukar cerita-
cerita lucu, lalu Baginda mulai
mengutarakan rencananya.
“Aku sangat ingin membangun
istana di awang-awang agar
aku lebih terkenal di antara
raja-raja yang lain. Adakah
kemungkinan keinginanku itu
terwujud, wahai Abu Nawas ?”
“Tidak ada yang tidak
mungkin diiakukan di dunia ini
Paduka yang mulia. ” kata Abu
Nawas berusaha mengikuti
arah pembicaraan Baginda.
“ Kalau menurut pendapatmu
hal itu tidak mustahil
diwujudkan maka aku
serahkan sepenuhnya tugas ini
kepadamu. ” kata Baginda
puas.
Abu Nawas terperanjat. Ia
menyesal telah mengatakan
kemungkinan mewujudkan
istana di awang-awang. Tetapi
nasi telah menjadi bubur.
Kata-kata yang telah terlanjur
didengar oleh Baginda tidak
mungkin ditarik kembali.
Baginda memberi waktu Abu
Nawas beberapa minggu.
Rasanya tak ada yang lebih
berat bagi Abu Nawas kecuali
tugas yang diembannya
sekarang. Jangankan
membangun istana di langit,
membangun sebuah gubuk
kecil pun sudah merupakan
hal yang mustahil dikerjakan.
Hanya Tuhan saja yang
mampu melakukannya. Begitu
gumam Abu Nawas. Hari-hari
berlalu seperti biasa. Tak ada
yang dikerjakan Abu Nawas
kecuali memikirkan
bagaimana membuat Baginda
merasa yakin kalau yang
dibangun itu benar-benar
istana di langit. Seluruh
ingatannya dikerahkan dan
dihubung-hubungkan. Abu
Nawas bahkan berusaha
menjangkau masa kanak-
kanaknya. Sampai ia ingat
bahwa dulu ia pemah bermain
layang-layang. Dan inilah yang
membuat Abu Nawas girang.
Abu Nawas tidak menyia-
nyiakan waktu lagi. Ia
bersama beberapa kawannya
merancang layang-layang
raksasa berbentuk persegi
empat. Setelah rampung baru
Abu Nawas melukis pintu-
pintu serta jendela-jendela
dan ornamen-omamen
lainnya. Ketika semuanya
selesai Abu Nawas dan kawan-
kawannya menerbangkan
layang-layang raksasa itu dari
suatu tempat yang
dirahasiakan.
Begitu layang-layang raksasa
berbentuk istana itu
mengapung di angkasa,
penduduk negeri gempar.
Baginda Raja girang bukan
kepalang. Benarkah Abu
Nawas berhasil membangun
istana di langit? Dengan tidak
sabar beliau didampingi
beberapa orang pengawal
bergegas menemui Abu
Nawas. Abu Nawas berkata
dengan bangga.
“Paduka yang mulia, istana
pesanan Paduka telah
rampung. ”
“Engkau benar-benar hebat
wahai Abu Nawas.” kata
Baginda memuji Abu Nawas.
“ Terima kasih Baginda yang
mulia.” kata Abu Nawas.
“Lalu bagaimana caranya aku
ke sana?” tanya Baginda.
“Dengan tambang, Paduka
yang mulia.” kata Abu Nawas.
“Kalau begitu siapkan
tambang itu sekarang. Aku
ingin segera melihat istanaku
dari dekat. ” kata Baginda
tidak sabar.
“ Maafkan hamba Paduka yang
mulia. Hamba kemarin lupa
memasang tambang itu.
Sehingga seorang kawan
hamba tertinggal di sana dan
tidak bisa turun. ” kata Abu
Nawas.
“ Bagaimana dengan engkau
sendiri Abu Nawas? Dengan
apa engkau turun ke bumi ?”
tanya Baginda.
“ Dengan menggunakan sayap
Paduka yang mulia.” kata Abu
Nawas dengan bangga.
“ Kalau begitu buatkan aku
sayap supaya aku bisa,terbang
ke sana. ” kata Baginda.
“Paduka yang mulia, sayap itu
hanya bisa diciptakan dalam
mimpi. ” kata Abu Nawas
menjelaskan.
“Engkau berani mengatakan
aku gila sepertimu?” tanya
Baginda sambil melotot. “Ya,
Baginda. Kurang lebih seperti
itu. ” jawab Abu Nawas
tangkas.
“Apa maksudmu?” tanya
Baginda lagi. “Baginda tahu
bahwa. membangun istana di
awang-awang.adalah
pekerjaan yang mustahil
dilaksanakan. Tetapi Baginda
tetap menyuruh hamba
mengerjkannya, sedangkan
hamba tahu bahwa pekerjaan
itu mustahil dikerjakan. Tetapi
hamba tetap menyanggupi
titah Baginda yang tidak
masuk akal itu. ” kata Abu
Nawas berusaha meyakinkan
Baginda.
Tanpa menoleh Baginda Raja
kembali ke istana diiring para
pengawalnya. Abu Nawas
berdiri sendirian sambil
memandang ke atas melihat
istana terapung di awang-
awang.
“Sebenarnya siapa diantara
kita yang gila?” tanya Baginda
mulai jengkel. “Hamba kira
kita berdua sama-sama tidak
waras Tuanku. ” jawab Abu
Nawas tanpa ragu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar