Cari Blog Ini

Rabu, 31 Maret 2010

MANDIKAN AKU BUNDA

"Mandikan Aku Bunda"

Sering kali orang tidak
mensyukuri apa yang
diMILIKInya sampai akhirnya
Rani, sebut saja begitu
namanya. Wanita berotak
cemerlang
dan memiliki idealisme
tinggi. Sejak masuk kampus,
sikap dan konsep
dirinya sudah jelas: meraih
yang terbaik, di bidang
akademis maupun
profesi yang akan
digelutinya. ”Why not the
best?” katanya selalu,
mengutip seorang mantan
presiden Amerika.

Ketika Universitas mengirim
mahasiswa untuk studi
Hukum
Internasional di Universiteit
Utrecht, Belanda, Rani
termasuk salah
satunya.

Rani mendapat pendamping
yang "selevel ”; sama-sama
berprestasi,
meski berbeda profesi.

Alifya, buah cinta mereka,
lahir ketika Rani diangkat
sebagai staf
diplomat, bertepatan
dengan tuntasnya suaminya
meraih PhD. Lengkaplah
kebahagiaan mereka.
Konon, nama putera mereka
itu diambil dari huruf
pertama hijaiyah ”alif” dan
huruf terakhir ”ya”, jadilah
nama yang enak didengar
"Alifya".

Ketika Alif, panggilan
puteranya itu, berusia 6
bulan, kesibukan
Rani semakin menggila. Bak
garuda, nyaris tiap hari ia
terbang dari
satu kota ke kota lain, dan
dari satu negara ke negara
lain.
seorang rekan bertanya,
” Tidakkah si Alif terlalu
kecil untuk ditinggal-tinggal?
” Dengan sigap Rani
menjawab, ”Oh, saya sudah
mengantisipasi segala
sesuatunya. "Everything is
OK !” Ucapannya itu
betul-betul ia buktikan.
Perawatan dan perhatian
anaknya, ditangani
secara profesional oleh baby
sitter mahal. Rani tinggal
mengontrol
jadwal Alif lewat telepon.
Alif tumbuh menjadi anak
yang tampak lincah,
cerdas dan gampang
mengerti.

Kakek-neneknya selalu
memompakan kebanggaan
kepada cucu semata
wayang itu, tentang
kehebatan ibu-bapaknya.
Tentang gelar dan nama
besar, tentang naik pesawat
terbang, dan uang yang
banyak.
” Contohlah ayah-bunda Alif,
kalau Alif besar nanti.”
Begitu selalu
nenek Alif, ibunya Rani,
berpesan di akhir dongeng
menjelang tidurnya.
Ketika Alif berusia 3 tahun,
Rani bercerita kalau dia
minta adik.
Terkejut dengan permintaan
tak terduga itu,

Rani dan
suaminya kembali
menagih pengertian
anaknya. Kesibukan mereka
belum memungkinkan untuk
menghadirkan seorang adik
buat Alif. Lagi-lagi bocah
kecil ini
”memahami” orang tuanya.
Buktinya, ia tak lagi
merengek minta adik. Alif,
tampaknya mewarisi
karakter ibunya yang bukan
perengek. Meski kedua
orangtuanya kerap pulang
larut, ia jarang sekali
ngambek.

Suatu hari, menjelang Rani
berangkat ke kantor, entah
mengapa Alif
menolak dimandikan baby
sitter. ”Alif ingin Bunda yang
mandikan,” ujarnya penuh
harap. Tentu saja Rani, yang
detik ke detik waktunya
sangat diperhitungkan,
gusar. Ia menampik
permintaan Alif sambil tetap
gesit berdandan dan
mempersiapkan keperluan
kantornya. Suaminya pun
turut membujuk Alif agar
mau mandi dengan Tante
Mien, baby sitter-nya.
Lagi-lagi, Alif dengan
pengertian menurut, meski
wajahnya cemberut.

Peristiwa ini berulang
sampai hampir sepekan.
” Bunda, mandikan aku!”
kian lama suara Alif penuh
tekanan. Toh, Rani dan
suaminya berpikir,
mungkin itu karena Alif
sedang dalam masa pra-
sekolah, jadinya agak
lebih minta perhatian.
Setelah dibujuk-bujuk,
akhirnya Alif bisa
ditinggal juga.

Sampai suatu sore, Rani
dikejutkan telponnya Mien,
sang baby sitter.
” Bu, Alif demam dan kejang-
kejang. Sekarang di
Emergency. ”
Setengah terbang, Rani
ngebut ke UGD. But it was
too late. Allah sudah
punya rencana lain. Alif, si
malaikat kecil, keburu
dipanggil pulang
oleh-Nya.

Rani shock berat, satu-
satunya keinginan dia
adalah memandikan
putranya.
Setelah pekan lalu
Alif mulai menuntut,Rani
memang menyimpan
komitmen untuk suatu saat
memandikan anaknya
sendiri.

Dan siang itu, janji Rani
terwujud, meski setelah
tubuh si kecil
terbaring kaku. ”Ini Bunda
Lif, Bunda mandikan Alif,”
ucapnya lirih, di
tengah jamaah yang sunyi.

– Nasi sudah menjadi bubur,
sesal tidak lagi menolong.

– Hal yang nampaknya
sepele sering kali
menimbulkan sesal dan
kehilangan yang amat
sangat.

– Sering kali orang sibuk ‘di
luaran’, asik dengan
dunianya dan
ambisinya sendiri dan
mengabaikan orang-orang di
dekatnya yang
disayanginya. Akan masih
ada waktu ‘nanti’ buat
mereka jadi abaikan
saja dulu.

– Sering kali orang takabur
dan merasa yakin bahwa
pengertian dan
kasih sayang yang
diterimanya tidak akan
hilang. Merasa mereka akan
mengerti karena mereka
menyayanginya dan tetap
akan ada.

MEREKA LUPA BAHWA
ALLAH YANG MENENTUKAN
SEMUANYA. HIDUP, MATI,
RIZQI, JODOH HANYA ALLAH
YANG MENENTUKAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar